Kisah Tentang 100 Ribu Senjata yang Akan Dikirim China ke Indonesia


Belakangan ini perdebatan mengenai peristiwa 1965 terjadi cukup kencang. Hal tersebut mulai menjadi semakin ramai sejak adanya kampanya menonton ulang film Pengkhianatan G 30S/PKI yang dibuat pada masa Soeharto masih menjadi penguasa.
Film yang sudah dihentikan penayangannya sejak tahun 1999 karena film tersebut dianggap sebagai alat propaganda orde baru pada akhirnya diputar kembali di berbagai tempat dengan adanya sokongan dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Belum lagi ada pernyataan masih dari Jenderal Gatot yang menyebutkan bahwa ada institusi diluar TNI yang membeli 5.000 senjata illegal, tentu hal ini juga mengundang perdebatan. Pemerintah melalui Menkopolhukam membantah kebenaran ucapan Gatot. Sementara Gatot sendiri tidak membantah kalau ia sudah mengucapkan pernyataan tersebut namun menolak berkomentar lebih lanjut soal isi pernyataannya sendiri.
Secara tidak langsung adanya pemutaran ulang film Pengkhianatan G 30S/PKI dan disusul dengan adanya kabar institusi selain TNI memesan 5.000 senjata membawa kembali ingatan tentang pasokan senjata yang dijanjikan pemerintah Cina pada tahun 1965 silam.
Pada saat itu, komunikasi poros Jakarta-Peking memang sangat intens. Dalam rangka hubungan itu, beberapa pejabat militer dan sipil Indonesia mengunjungi Cina. Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Subandrio sendiri yang berangkat ke Negeri Tirai Bambu. Ia didampingi Menteri Achmadi, Deputi Operasional Menteri/Panglima Angkatan Darat Mayor Jenderal Moersjid, Menteri/Panglima Angkatan Laut R.E. Martadinata, Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian Inspektur Jenderal Sutjipto Danukusuma, Deputi Operasional Menteri/Panglima Angkatan Udara Sri Mulyono Herlambang.
Dalam kunjungan pada awal 1965 itu, Perdana Menteri Cina, Zhou En Lai, menawarkan bantuan 100.000 senjata ringan kepada Indonesia seperti dilansir tirto.id.
Berkali-kali delegasi Cina datang ke Jakarta dan secara terang-terangan mendesak agar dibentuk angkatan kelima namun pihak Angkaran Darat bergerak lamban.
Angkatan Kelima merujuk satu matra di luar Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian. Sebagaimana empat matra pertahanan dan keamanan tadi, Angkatan Kelima juga dibayangkan akan melapis empat matra tersebut. Penyokong utama gagasan Angkatan Kelima terutama adalah Partai Komunis Indonesia PKI. Angkatan Kelima dibayangkan akan diisi oleh massa revolusioner, khususnya dari kalangan buruh dan petani.
Pada kenyataannya yang memiliki gagasan adanya pembentukan Angkatan Kelima adalah Ketua CC PKI, Aidit dimana ia sudah mulai memikirkan hal tersebut sejak Januari 1965.
Presiden Sukarno tak memerintahkan pembentukan angkatan yang dianggap akan memberi rasa aman bagi PKI dari Angkatan Darat. PKI memang selamanya berada dalam posisi rentan berhadapan dengan Angkatan Darat yang terang memiliki senjata. Angkatan Kelima dianggap sebagai jalan keluar yang memungkinkan posisi PKI lebih kuat.
Pada 14 September 1965 pembicaraan mengenai penyerahan senjata Chung antara Presiden Sukarno dan Zhou En Lai kembali terjadi. Setelah itu Presiden Sukarno mengutus Menteri/Panglima Angkatan Udara, Marsekal Omar Dani, ke Cina untuk mengatur pengapalan senjata itu. Selain dikapalkan, sebagian kecil dari senjata itu ditenteng oleh rombongan Omar Dani yang menumpang pesawat Hercules.
Chung tersebut adalah senjata yang merupakan senapan jenis Carbine Type 56 buatan RRT. Senjata itu dianggap varian dari senapan perorangan Simonov SKS buatan Sovyet. Magasin senapan ini berisi 10 peluru 7,62 X 39mm M1943 Sovyet.
Dalam proses pengadilan, Omar Dani didakwa telah melakukan penerbangan ilegal ke RRC untuk mengambil 25.000 pucuk Chung dengan Hercules AURI. Selain jenis Chung, Omar Dani tak lupa dituduh hendak mengambil 25.000 pucuk AK-47. Tentu saja hal tersebut sangat tidak mungkin dan langsung dibantah oleh Omar Dani.
Pada tanggal 16 September Omar Dani kembali berangkat ke Cina untuk menagih janji 100.000 senjata yang dijanjikan Zhou En Lai dan ia meminta 25.000 pucuk terlebih dahulu. Namun karena membutuhkan waktu sebab ada proses perakitan dan pengepakan, senjata tersebut tidak bisa dikirim sebelum 30 September 1965.
Jadi tidaknya pengiriman puluhan ribu senjata Chung itu, penemuan beberapa pucuk senjata buatan Cina berdampak buruk bagi Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang dipimpin Omar Dani. Apalagi, dalam peristiwa penculikan yang terjadi di subuh 1 Oktober 1965 itu, ada pasukan penculik bersenjata Cung pula.
Menurut Abdul Syukur, dalam artikelnya “CIA dan G30S 1965” di buku Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional: Bagian I Rekonstruksi dalam Perdebatan (2012), AURI dituduh ikut serta dalam pembunuhan Yani dan kawan-kawan. Sudah tentu Cina juga kena tuduh terlibat dalam G30S. Tak heran jika sempat terjadi pemutusan hubungan diplomatik di awal-awal Orde Baru.

0 Response to "Kisah Tentang 100 Ribu Senjata yang Akan Dikirim China ke Indonesia"

Post a Comment